Saatnya Sopan Berkendara

Saat langit berwarna jingga, semua orang berbondong bondong balik ke peraduannya. Jalan jalan disana sini macet. Entah kenapa mereka seakan berlomba lomba untuk bisa sampai lebih dahulu. Tak ada orang atau sesuatu yang mengejar mereka dari belakang. Tapi tetap saja, mereka tak sabar. Mereka saling mendahului, tidak memberikan ruang sedikit pun untuk orang yang di belakangnya maupun untuk orang atau mobil yang ingin menyebrang.

Pikirku inikan macet. Tidak ada orang yang mau terjebak lama. Mereka akhirnya bertingkah laku seperti itu. Tapi yang membuatku risih, saat kendaraan lowong di jalanan dan ada orang yang ingin menyebrang, tidak mobil atau motor, semuanya malah akan menambah kecepatan. Seakan, mereka mau bilang, jangan menyebrang dulu sampai saya lewat. Tapi, bagaimana jika mereka semua berpikir seperti itu. (pikir sendiri, jadinya kayak gimana?)

Pernah satu ketika, saya ingin menyebrang di salah satu jalan antar kota. Kalau diperhatikan, memang volume kendaraan yang ada di jalan tidak terlalu banyak. Tapi, kecepatan masing masing kendaraan bisa dibilang tidak ada di bawah 80 km/jam, semua berada di atas kecepatan itu (hal ini juga didukung kondisi jalan yang baru saja diperbaiki). Sehingga meski sedikit, tapi karena cepat jadinya jalanan itu tetap saja terlihat menakutkan.
Saya berulang kali menaikkan tangan dan membuatnya tegak lurus sambil berulang kali melambaikannya naik dan turun. Ini saya lakukan dengan harapan, para pengemudi yang akan lewat, mengurangi kecepatannya dan membiarkan saya lewat.

Untuk beberapa orang, ternyata teknik ini berhasil. tapi jika di pantau selisihnya, antara yang mengerti dan orang yang pura pura tidak mengerti jauh sekali. Hanya sedikit dari total jumlah pengendara yang berperilaku sopan di jalan. Dari sekian banyak kendaraan, hanya satu sampai tiga kendaraan yang memperlambat lajunya.

Beberapa kali saya mengumpat dalam hati. Mengata ngatai pengendara yang pura pura tidak mengerti itu. "Sesama pengguna jalan, harusnya bisa saling mengerti," ujar ku dalam hati.

Makanya, saat saya berada pada posisi pengendara motor atau mobil, saya akan selalu mengingat kejadian yang saya alami. Saya tidak mau kejadian yang saya alami saat menyebrang juga dialami oleh orang lain. Ketika orang orang tidak mengerti atau pura pura tidak mengerti, biarlah saya memulai dari diri sendiri. Minimal bertambah lagi satu orang yang mau mengurangi dan bahkan menghentikan kendaraannya saat melihat ada orang yang ingin menyebrang.


Etika di jalanan
pertama, Kalau melihat ada orang yang inging menyebrang, perlambatlah laju kendaraan anda. Kalau bisa berhenti sejenak.

Kedua, kalau posisi macet, cobalah untuk mengalah sebentar. Biarkan kendaraan di depan lewat terlebih dahulu. Sehingga tidak menimbulkan kemacetan

ketiga, jangan menerobos lampu merah. karena itu bisa mengancam keselamatan. Bisa juga menyebabkan kemacetan.

keempat, nyalakan weser kiri atau kanan ketikan hendak berbelok.

kelima, tetaplah di jalur semula ketika macet. sehingga tidak menambah parah kemacetan.

keenam, jangan mendahului kendaraan lain jika anda ragu-ragu

ketujuh, Gunakan lajur kanan saat anda mendahului pengendara lain dan gunakan lajur kiri saat anda berkendara dengan kecepatan normal (batas kecepatan yang disarankan, contoh 60~80 km/jam).

Komentar

  1. saya juga sering mengalami hal itu,,
    dan saya selalu berusaha kalau saya sedang ada di pihak pengendara saya akan mempersilahkan orang untuk menyebrang..ssperti apa yang anda lakukan!!
    Lanjutkan tugas mulia itu... hehehe salam kenal

    BalasHapus
  2. Sekarang orang jujur dan sopan di jalan gak ada temennya. Contohnya saja waktu aku di bagian depan menunggu lampu hijau menyala, banyak pengendara yg membunyikan klakson menyuruh jalan padahal masih lampu merah :(

    BalasHapus
  3. yup.. begitulah kondisi yang terjadi.

    entah dimana yang salah.
    kayaknya itu sudah menjadi karakter. gimana menurut teman teman yang lain?

    BalasHapus
  4. saya juga pernah tinggal di Makassar dan sekarang berdomisili di surabaya, Etika berlalulintas di Makassar memang kurang sekali dan masih banyak pengendara yang masa bodoh dengan rambu2 maupun sesama pengendara. Kalau di Surabaya banyak Pamflet Buru-Buru dan ngebut bukan budaya arek surabaya. Bagaimana kalau di Makassar juga dipassang Pamflet Ngebut bukan budaya kita dan Hargailah sesama pengendara.

    BalasHapus

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda di sini