Makassar Tidak Seluas Layar Tivi

Makassar Kasar, ungkapan ini sudah sering didengar. Apalagi dengan tanyangan tivi yang selalu menanyangkan tawuran yang terjadi di Makassar. Akibatnya stigma “Makassar itu kasar “ sangat melekat di ingatan orang. Padahal sebenarnya, Makassar itu tidak lah seluas layar tivi yang kita saksikan.

Yang ada adalah Makassar itu tempat berkumpulnya orang kreatif dan penuh prestasi. Ini bukanlah omongkosong belaka dari penulis. Dan bukan mentang mentang penulis tinggal di Makassar. Tapi ini telah terbukti. Banyak prestasi yang terukir yang berasal dari tangan pemuda dan pemudi Makassar. SEA Games kemarin salah satunya. Indonesia berhasil menjadi juara umum tak lepas dari perjuangan putra putri asal Makassar, Sulawesi selatan. Sebanyak 30 medali berhasil diraih yakni 11 medali emas, 13 medali perak dan enam medali perunggu.



Anwar Tarra (pendayung) raih tiga medali emas, satu medali perak, dan tiga medali perunggu.
Dua pemanjat tebing Sulsel, Tri Adianti dan Hermawan dapat emas dari nomor beregu. 
Petinju Alex Tatontos  juga meraih emas.
Nur Qadriyanti, Saiyed Nur Adil, Sudarmin, dan Kastan berhasil menyumbang medali di sepak takraw
Pesenam Audi Ashari Arief Raih medali perunggu dari nomor beregu
(orang orang Makassar yang berjasa di sea games XXVI)

Tak hanya atlit saja yang bisa berprestasi. Mahasiswa Makassar yang sering dikatakan pemicu munculnya stigma tersebut ternyata tak semua seperti itu. Segudang prestasi banyak ditorehkan dari kalangan mahasiswa. Jejeran prestasi nasional dan internasional telah berhasil diraih. Dalam bidang seni dan paduan suara misalnya, Mahasiswa Makassar melalui Unit Kegiatan Mahasiswa Tari Unhas berhasil meraih juara 4 dalam ajang 25th International Golden Karagöz Folklor Dance Competition di Bursa, Turki yang berlangsung pada 7 – 12 Juli lalu.

UKM Tari Unhas ini berhasil mengalahkan sekira 28 negara dari 32 negara yang berpartisipasi. Prestasi ini bukan lagi prestasi nasional tapi telah mendunia.

Prestasi mendunia lain datang dari Paduan Suara Mahasiswa Unhas yang berhasil meraih dua medali emas dalam ajang The American International Choral Festival (AICF) 2011, di kota Reno-Tahoe, negara bagian Nevada, Amerika Serikat. Uniknya, hanya dua paduan suara yang dikirim mewakili Indonesia di ajang bergengsi tersebut. Dan PSM asal Makassar salah satunya.

Jangan dibilang kalau Prestasi Mahasiswa Makassar tidak hanya juara dibidang seni saja. Bidang teknologi juga tak kalah. Buktinya, Unhas lewat mahasiswa Fakultas Teknik telah berhasil menyabet juara harapan empat dalam Kontes Robot Indonesia dengan tim PARAIKATTE Unhas Makasar yang diadakan di Malang 2010 lalu.

Dalam menyelesaikan masalah kemasyarakatan, Mahasiswa Makassar juga penuh inovasi. Terkait adanya kerisis listrik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, Mahasiswa Makassar menyelenggarakan even penyalaan LED dengan tenaga manusia. Even ini kemudian tercatat dalam Rekor MURI dengan kategori penyalaan LED (Light Emitting Diode) terbanyak dengan tenaga manusia tahun 2008. Dan Setahun berikutnya kembali berhasil mencatat rekor MURI lagi dengan peserta Test Toefl terbanyak. Kreatif kan.

Dalam bidang sosial dan hukum, mahasiswa Makassar berhasil menyabet juara satu dalam kompetisi debat mahkamah konstitusi. Kompetisi yang disiarkan langsung salah satu stasiun tv swasta ini menampilkan Unhas sebagai juara setelah mengalahkan tim dari airlangga. Hebat kan. Disaksikan secara nasional pula.

Dengan bejibung prestasi dihampir segala aspek yang dimiliki ini apakah masih mau mengatakan bahwa orang Makassar kasar?

Coba pertanyakan lagi.

Direktur Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Ditjen Dikti Prof.Ir.Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D., saja mengatakan bahwa Makassar ternyata tidak selebar layar televisi. Betapa indah dan ramahnya daerah Sulawesi Selatan, setelah berkunjung ke Makassar dan disampaikan ketika menutup acara Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) di Baruga Andi Pangerang Pettarani Kampus Unhas Tamalanrea, Juli lalu.

Jadi kenapa masih banyak yang mengatakan Makassar kasar.
Yang bilang Makassar kasar, coba pikir lagi dan buktikan sendiri dengan jalan jalan ke kota angingmamiri ini. Rasakan sendiri keindahan kotanya yang dibalut dengan keramahan penduduknya. Karena Makassar tidak lah selebar layar kaca.


Kenapa Stigma itu Muncul

Munculnya stigma Makassar kasar, sedikit banyak dipengaruhi oleh adegan tawuran, ricuh dan anarkis yang berulang kali diputar di media. Media yang nota bene sebagai penyampai informasi telah berhasil membangun opini masyarakat. Padahal dengan melihat prestasi prestasi dan keramahan Makassar sangatlah bertolak belakang.

Jangan sampai kita hanya melihat yang buruk saja tapi tidak melihat baiknya. Seperti halnya ketika kita melihat sebuah kertas putih dengan satu titik ditengahnya. Yang kita lihat pertama kali tentu titik hitam itu. Kita tidak melihat warna putih yang banyak disekelilingnya. Seperti itu pula yang terjadi ketika melihat Makassar. Orang orang yang hanya melihat satu noda (tawuran) maka dia hanya focus pada noda itu. Dan tak lagi melihat sisi putih Makassar, yakni keramahan, keindahan, persahabatan, saling tolong menolong dan hidup secara sosial.

Sehingga untuk memutar balikkan kembali opini masyarakat yang sudah terlanjur tergeneralisasi ini, perlu sebuah kerjasama yang solid dari semua warga masyarakat dan media untuk mengembalikan kembali citra Makassar yang tidak kasar.
Masyarakat dan tiap individu punya tugas untuk membangun citra Makassar tidak kasar melalui event even kreatif yang menampilkan budaya Makassar yang sebenarnya. Even ini tentu saja harus mendapat respon yang besar dari masyarakat nasional maupun dunia.

Media sebagai pembangun opini public punya tanggung jawab besar dalam mengembalikan pandangan masyarakat tentang Makassar. Dengan melakukan peliputan media secara berkelanjutan maka stigma Makassar kasar akan berkurang sedikit demi sedikit. Menulis tentang keunggulan dan prestasi Makassar di media seperti blog juga akan sangat membantu.

Jadi untuk sekarang bukan lagi menyalahkan siapa dan kenapa itu terjadi. Tapi sudah saatnya kita beraksi untuk kembali mengembalikan citra Makassar yang sebenarnya.
Salam.

Komentar

  1. saya sepakat dengan hal itu ..
    makassar tidak seperti yang di kira orang" yang hanya melihat dari televisi ..
    saya bangga hidup di makassar ..

    BalasHapus
  2. Tidak bisa juga kita menyalahkan orang yang menilai secara general kawan.. Karena kebanyakan orang itu memang berpikirnya di permukaan saja. (kurang analisa ya). Tergantung kepada perspektif orang lain juga sih..

    Suka sama ungkapan di tulisanmu:
    "seperti halnya ketika kita melihat sebuah kertas putih dengan satu titik hitam, yang pertama kali kita lihat (dan kebanyakan begitu) adalah titik hitam itu. Bukan warna putih yang banyak di sekelilingnya"
    Ya, kembali kepada perspektif orang kawan. Perspektif itu sendiri adalah hasil dari pengetahuan-pengetahuan serta pengalaman-pengalaman orang itu. Nah, yang saya bisa opinikan kali ini adalah mari kita mengembangkan kebiasaan untuk menilai suatu permasalahan tidak dari satu perspektif saja. Mari coba kita berhenti sejenak, memaknainya di luar kotak kebiasaan berpikir kita.. Siapa tahu di sana bisa kita temukan makna positif, untuk kemaslahatan kita bersama. :)

    Nice Writing kawan. Selalu suka dengan karya "jalan-jalan" mu.. :)

    BalasHapus
  3. Nice post sobat.. Makassar kasar...??? maybe dari dialeg... tp kalo dari segi tata krama, sopan santun dalam pergaulan... saya bisa bilang makassar kota yang bersahabat.. membangun citra positif tidak semudah membalikkan telapak tangan, tp bisa d buktikan dengan cara kita bertingkah laku dan berbuat.. bagaimanapun pandangan orang tentang makassar, saya bangga mengakui kalo saya Asli makassar.. dan silahkan nilai sendiri.. :)

    BalasHapus
  4. berkunjung sob..salam blogger
    sukses selalu yah..
    salam

    BalasHapus
  5. nice post bro.....

    Kebetulan saya sempat lama di jayapura dan berteman dengan banyak orang makassar. Memang awalnya saya beranggapan orang makassar itu kasar, karena saya menilainya dari dialeg mereka tetapi setelah saya berbaur dan berteman dengan mereka justru saya keliru.

    Dan saya rasa hal yang wajar jika ada sebagian orang berfikir negatif tentang suatu suku. Karena mungkin mereka belum mengenal secara luas suku tersebut.

    Yang terpenting adalah saling menghargai satu sama lain. Dan saya dapat satu masukan baru buat diri saya sendiri khususnya dari artikel mas ini.

    BalasHapus
  6. itulah kenyataan, tak bisa kita menyalahkan orang ketika mereka menganggap kita berbeda dengan apa yang kita anggap terhadap diri kita sendiri. Bukankah diamond itu indah karena dia memiliki keindahan yang berbeda-beda dari setiap sudut orang yang memandangnya. Jadi sangat sulit menemukan kebenaran objektif terhadap perihal "indah", "bagus", "ramah" dst...tak usah menyalahkan media.

    sangat wajar jika orang "di luar" kota makassar menganggap kita kasar dan cenderung anarkis, wajar sekali....
    cobalah kita nilai diri kita sendiri ketika kita berada di komunitas diluar makassar, orang makassar sangat meilhat dirinya sebagai seorang yang lebih hebat dari "suku" lain, selalu merasa jago, selalu merasa lebih punya hak untuk membenarkan atas suatu persoalan. (ini sangat subjetif, tapi inilah pengalaman saya ketika berada di luar komunitas Makassar, bukankah kita bisa menemukan kebenaran dari apa yang pernah kita rasakan?)
    Mungkinkah "orang" makassar memang terlahir dengan segenap keberanian, sehingga "keberanian" itu dipersepsikan sebagai "kebenaran".
    Entah bagaimana lagi mematahkan doktrin ini?? atau ini yang dmaksud dengan budaya yang mesti dirawat dan dilestarikan??

    tapi saya berterima kasih ke penulis, sudah mau me"mamerkan" prestasi kampus UNHAS, mestinya budaya me"mamerkan" prestasi harus ditularkan kepada insan-insan muda makassar.

    BalasHapus
  7. untuk semuanya..

    makasih atas kunjungannya dan masukannya...

    mari kita berbuat yang lebih baik...

    amin..

    sukses selalu menyertai kita semua..

    BalasHapus
  8. Yup ... kita hanya berbeda dialek saja dengan orang luar yang menilai itu. Hanya karena mereka terkaget-kaget dengan dialek kita. Padahal di mana-mana orang kasar dan orang halus itu ada.

    Dan seperti di daerah lain pula, kita punya banyak orang yang berprestasi.

    Sukses yah .. ^^

    BalasHapus
  9. Yup ... kita hanya berbeda dialek saja dengan orang luar yang menilai itu. Hanya karena mereka terkaget-kaget dengan dialek kita. Padahal di mana-mana orang kasar dan orang halus itu ada.

    Dan seperti di daerah lain pula, kita punya banyak orang yang berprestasi.

    Oya ... saya sudah follow blognya yah ^^

    Sukses ...

    BalasHapus
  10. @mugniar: makasih udah di follow....
    betul sekali yang mbak bilang... bukan karena makassarnya, tapi seperti itulah di dunia ini. Kita diciptakan beragam tapi justru keberagaman itu yang membuat pelangi indah dipandang...

    makasih atas masukannya..

    BalasHapus
  11. jadi pengen ke Makassar, karena belum pernah :)
    semoga ada rejeki untuk dapat liburan ke sana

    BalasHapus
  12. amin....

    semoga doanya dikabulkan..

    salam

    BalasHapus
  13. dan saya selalu cinta makassar,kota kelahiran sy, dan teknik unhas sebagai almamater:) salam arman:)

    BalasHapus

Posting Komentar

silahkan tulis komentar anda di sini