Mendaki itu melelahkan.
Namun, banyak kesenangan dibalik perjalanan yang melelahkan tersebut.
***
Seperti perjalanan yang saya lakukan beberapa bulan lalu.
Tepat menjelang 17 Agustus 2015. Ceritanya mau merayakan hari kemerdekaan
Indonesia dengan melakukan perjalanan menuju
Lembah Ramma, Malino Kabupaten Gowa. Dalam perjalanan tersebut, saya bersama
dengan teman kantor yang juga tertarik ingin
merasakan sensasi dari perjalanan yang notabene melelahkan itu.
Perjalanan dimulai dari Makassar ke Malino. Perjalanan ini memakan
waktu sekitar dua jam perjalanan dengan menggunakan motor. Kenapa motor? Karena
diantara kami, tak satupun yang memiliki mobil. Tapi perjalanan menggunakan
motor lebih seru. Tidak hanya dari grup kami, tapi rata-rata pendaki lainnya
juga menggunakan motor. Sehingga sepanjang perjalanan layaknya seperti konvoi motor
sesama pendaki.
Saat tiba di Malino, tepatnya di Desa Lembanna, desa
terakhir sebelum mendaki ke Lembah Ramma. Satu perwakilan dari grup kami
melakukan registrasi. Tujuannya untuk mengidentifikasi siapa-siapa saja yang
datang dan berapa orang. Hal ini penting jika nantinya tim kami tidak kembali
atau tersesat di hutan. Maka tim SAR dapat segera mengetahuinya dan melakukan
langkah-langkah untuk menemukan kami.
Setelah registrasi, kami mencari tempat atau rumah penduduk
untuk istrahat sejenak sebelum melakukan pendakian. Waktu itu sudah menjelang magrib. Namun, rasa
bingung melanda kami. Apakah ingin jalan
malam hari, atau menunggu matahari terbit. Tapi, pada hari itu banyak pendaki
yang juga datang untuk merayakan hari
kemerdekaan Indonesia. Hampir ratusan orang bahkan mungkin mencapai ribuan
pendaki. Dan hampir semuanya melakukan perjalanan di malam hari. Akhirnya, kami
pun memutuskan untuk ikut jalan pada malam hari.
Perjalanan pun dimulai dengan perasaan yang cukup
menegangkan. Karena hanya beberapa orang dari kami yang membawa alat penerangan
seperti senter. Semuanya berpikir perjalanan akan dilakukan pagi hari. Bisa
dibayangkan bagaimana sekeliling gelap gulita, di tengah hutan dengan medan
berbatu dan terjal. Salah langka atau tertumbuk batu bisa jatuh terguling-guling
dan akibatnya bisa fatal.
Tapi Alhamdulillah, perjalanan malam itu pun tidak terjadi
apa-apa. Setelah jalan kaki hampir tiga jam menembus hawa dingin dan gelapnya
malam, kami memutuskan untuk istrahat. Karena beberapa diantara kami sudah kelelahan.
Dan untungnya tempat kami berdiri dekat dengan sumber air, yakni aliran sungai
kecil.
Kami pun mendirikan tenda, dan mulai memasak untuk makan
malam. Di tengah acara masak tersebut beberapa anggota tim memulai canda yang diikuti gelak tawa dari teman-teman
lainnya. Hal seperti ini, jarang terjadi, meski kami satu kantor. Karena di
kantor semua sibuk dengan tugasnya masing-masing. Di tempat kami istrahat, sesekali kami melihat
cahaya senter dan mendengar teriakan dari beberapa pendaki lain yang masih
melanjutkan perjalanan.
Setelah semua anggota tim santap malam dengan menu ala ala
orang lagi berkemah. Semuanya pun masuk ke tenda satu per satu. Malam jadi
terasa sangat panjang. Karena udara dingin yang terus menusuk kulit . Semakin
malam undaranya pun semakin dingin. Dan diluar tenda, masih terdengar suara
samar-samar dari pendaki lainnya.
Menikmati Suasana
Pagi di Hutan.
Di luar tenda, semuanya mulai terlihat jelas. Meski kami
tidak bisa melihat matahari terbit karena terhalang oleh pepohonan yang
menjulang. Tapi saya cukup menikmati pagi itu. Udaranya yang segar yang jarang
ditemukan di perkotaan. Pemandangan pepohonan dengan sinar matahari yang
mencoba menembus sela sela daunnya. Dan kicauan burung yang menghibur di pagi
hari. Ah… inikah suara alam bebas.
Puas menikmati suasana pagi di hutan, kami pun mulai
merapikan tenda dan kembali melanjutkan perjalanan. Perjalanan kali ini nampak
mulai terlihat sulit. Dengan banyaknya pendakian dan turunan yang membuat tubuh
harus kerja ekstra. Ditambah lagi beban ransel di punggung. Meski terlihat
sulit, perjalanan tak boleh berhenti. Karena sesuatu hal menarik lainnya
menanti kami di ujung perjalanan.
Beberapa kali kami berpapasan dengan pendaki lainnya. Meski baru
pertama kali bertemu, tapi semuanya terlihat ramah. Saling memberi semangat
untuk bisa sampai ke puncak. Tidak segan untuk menawarkan bantuan atau pun
saling berbagi minuman atau pun cemilan. Mungkin karena semuanya punya tujuan
yang sama. Dan di hutan kita tidak boleh egois yang hanya memikirkan diri
sendiri. Itulah semangat para pendaki yang saya lihat.
Setelah ngos-ngosan dan melakukan perjalanan hampir setengah
hari, kami akhirnya sampai juga di ujung perjalanan. Orang menyebutnya dengan
sebutan Talung. Di tempat ini kita bisa melihat panorama alam yang indah.
Dengan jejeran pegunungan beratapkan langit biru. Dan dibawahnya terdapat
lembah, dimana orang-orang menyebutnya dengan lembah ramma.
Pada dasarnya saya tidak menyangka, bisa melakukan
perjalanan tersebut. Dengan medan naik turun gunung. Dan harus berjalan selama
beberapa jam. Tapi rupanya hal itu bisa
dilakukan. Meski melelahkan namun sangat menyenangkan.
mantaaaapp!!
BalasHapusapalagi view kedua sebelum bontot. aseli subhanallooohh.